Mengapa Mencuri?

9

Gambar : Umma Peghe/Rumah Pintar

Kerapkali orang mengerutkan kening mendengar YSD mendampingi pencuri. Tentu saja tidak ada niat YSD agar mereka makin hebat mencuri. Kali ini akan disampaikan latar belakang, kondisi kehidupan, dampak buruk bagi diri dan keluarganya, dan perubahan mereka.

Mencuri, menurut pengakuan mereka, bukan hanya karena lapar atau bermotif ekonomi semata. Banyak alasan dan kondisi yang jadi penyebab, yang boleh jadi di luar bayangan banyak orqang.

Kebanyakan dari mereka tidak berlatar belakang pencuri, bukan turunan pencuri. Mereka orang sederhana dan baik-baik. Namun ada situasi sosial yang melatari sehingga mereka begitu. Berikut uraian mengapa mereka mencuri dan kondisi yang ‘memelihara’ praktek buruk ini.

Pertama, niat melindungi diri dan hartanya. Penjelasannya begini. Karena dia orang kecil, hartanya diambil, dicuri, bahkan dipukul dan diperlakukan semena-mena. Tapi para pencuri hartanya aman. Karena itu, dia harus jadi pencuri agar tak diganggu.

Kedua, ada pandangan bahwa mencuri sebagai mandara dan berburu. Ada ungkapan “pari pamandara, manu pakareya”, yang berarti, mencuri sebagai usaha mencari makan di tempat jauh. Biasanya didahului dengan ritual potong ayam. Ini berlaku untuk mencuri di wilayah lain.

Ketiga, menunjukkan diri hebat, jago. Kian jago mencuri, namanya kian terkenal. Misalnya mencuri dalam jumlah besar, mencuri milik orang besar atau aparat polisi. Juga simbol kejantanan.

Keempat, pengaruh kawan/lingkungan sosial. Niatnya memperbanyak teman, ikut-ikutan, mencoba-coba, terjebak tak bisa keluar. Ada juga yang berpikir praktis: tidak perlu berkeringat dan bekerja keras, yang dibutuhkan hanya keberanian.

Kelima, ajang menguji dan mengadu pegangan (obat kebal). Mulai dari obat anjing tidak bisa gong-gong, sampai yang paling dianggap hebat, misalnya tidak mempan senjata tajam.

Keenam, persaingan tidak sehat, konflik dan balas dendam. Ini bercampur dengan politik, usaha, perebutan tanah, selisih pendapat dan ketersinggungan. Ketujuh, solidaritas tinggi di antara pencuri dan masyarakat. Orang-orang cenderung tutup mata dan tutup mulut, bahkan melindungi, karena ada hubungan keluarga, takut resiko, juga agar tidak diganggu.

Kedelapan, adanya pelindung (backing). Mereka menyebutnya pelancar, yakni orang pintar dan berpengaruh (tokoh masyarakat, pejabat, aparat hukum).

Alasan lain yang bersifat umum, yakni ekonomi lemah (motif ekonomi), bodoh/tidak punya keterampilan, tidak beriman (beragama, tapi tak beriman), tidak ada pekerjaan dan alat kerja, penyakit ternak dan tanaman, gagal panen, dan makanan habis.

Anehnya, hampir semua pencuri sadar bahwa mencuri itu dosa dan mendatangkan bencana/sial, khususnya karena kutukan dari pemiliknya. Makanya, barang curian tidak dibawa ke rumah, tapi dihabiskan berhura-hura: beli rokok, minum, judi, dan sisanya dibagi-bagi di antara mereka.

Ternyata, penyebab mencuri itu kompleks. Karena itu, cara mengatasinya tidak sekedar himbauan moral, bantuan ekonomi, apalagi hanya dengan tindakan represi/tekanan dan proses hukum. Cara ini tidaklah cukup. Efeknya semu dan sesaat saja. Ini hanya menekan, mengurangi dan menghambat. Tapi tak pernah mengubah kondisi mereka dan mengatasi penyebabnya (SS).

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *